Kerap kali sesuatu yang direncanakan dengan detail malah tidak akan berjalan dengan baik. Sudah lelah dan panjang membuat itinerary untuk jalan-jalan tidak jarang berakhir dengan dibatalkan atau berganti prioritas pelaksanaan. Maka untuk saya dan Tyas, sahabat waktu saya menuntut ilmu di Surabaya, kadang-kadang improvisasi dan keputusan mendadak itu perlu dilaksanakan. Apalagi untuk kami, yang amat sangat jarang bisa liburan, terpisah pulau dan tidak dekat jaraknya, saya di ujung Sumatera, Tyas di ujung Jawa.
Perjalanan ke Dieng ini, diputuskan di detik-detik terakhir sebelum berangkat. Tiba-tiba, saya dan Tyas (setelah berkali-kali berubah rencana) membuat keputusan singkat, Ayo bertemu di Dieng! Bahkan saat itu saya yang masih mengunjungi beberapa tempat di Bandung juga berpikir keras, naik bis apa dari Bandung ke Dieng. Saat awal-awal berdiskusi tentang titik pertemuan (Saya di Bandar Lampung dan Tyas tinggal di Surabaya), kami berdua ternyata sama-sama pernah berkunjung di Dieng. Jadi tadinya Dieng bukan merupakan kandidat utama titik pertemuan kami yang hampir dua tahun tidak bertemu. Destinasi favorit kami memang tak sama, Tyas senang naik gunung, saya hanya puas memandang gunung. Tapi pasti ada titik sepakat diantara banyaknya perbedaan, dan kami sama-sama tidak punya argumen untuk pernyataan, Kita bertemu di Terminal Wonosobo ya Yas!
Berbekal browsing dari internet, Oka, teman yang di Bandung, mengantarkan saya ke Terminal Cicaheum. Hujan lebat tidak menyiutkan nyali untuk naik bis malam dari Bandung ke Wonosobo. Membeli tiket bis on the spot , tadinya saya berharap perjalanan di bis berjalan dengan nyaman, bisa beristirahat di bis dan seterusnya. Akan tetapi tantangan selanjutnya, selain pakaian setengah basah dari Bandung ternyata belum selesai. Bis berjalan dengan amat sangat pelan sekali. Lima menit berjalan dan lima belas menit berhenti. Usut punya usut, karena musim hujan, ternyata ada ketinggian air di daerah Rancaekek yang menjadi penyebabnya. Beberapa kendaraan yang nekad menembus banjir, malah mengalami mati mesin dan menambah kemacetan. Selewat jam dua belas malam, barulah bis berjalan dengan normal.
Seharusnya saya sampai sebelum shubuh di Terminal Wonosobo dan menunggu Tyas datang dengan bis dari Surabaya, tapi malah terbalik. Jam delapan pagi, saat saya sampai di Terminal Wonosobo, Tyas sedang santai menikmati Mendoan di salah satu warung disana. Dan saat berpelukan dengan Tyas di Terminal Wonosobo, kami sama-sama tertawa. Allah tahu, saya takut jika sampai duluan ke terminal, sendirian dan pagi buta, jadi dia membuat banjir yang membuat bis saya berjalan seperti siput, dan sampai di Wonosobo saat matahari sudah terang benderang.
Sarapan tempe kemul mendoan ini nikmat sekali |
Setelah itu kami mencari angkot yang naik ke Dieng. Meski pernah ke Dieng, kami sama-sama menjadi anggota rombongan, dan duduk manis di mobil sewaan. Jadi hari itu, berbekal bolak-balik bertanya ke kondektur bis, sampailah kami di daerah Dieng. Dan karena berhenti di depan warung Sate Ongklok, dan mendekati jam makan siang, secara otomatis saya bilang ke Tyas, ayo makan sate dulu yas ^_^.
Ini penampakan sate ongkloknya |
Sepanjang jalan, kami banyak ngobrol, maklumlah, sudah dua tahun tidak bertatap muka. Saat menikmati sate ongklok, barulah kami membicarakan mau kemana saja di Dieng, haha, benar-benar unplanned traveling! Setelah selesai makan siang, kami sempat melihat dua penginapan dan memutuskan untuk menginap di salah satu Hotel yang ada. Setelah membersihkan badan, hujan turun, melengkapi kondisi badan lelah dan perut kenyang, kami tertidur.
Saat bangun di sore harinya, kami sempat berjalan-jalan ke kawasan Candi Arjuna dan memutuskan untuk makan malam di Warung Bu Njono. Malam itu Tyas sempat sms ke temannya untuk meminta ditemani ke Sikunir keesokan harinya. Tapi rencana naik ke Sikunir tentatif, kami berdua sama-sama paham, karena datang di musim hujan, dan kondisi hujan yang datang sewaktu-waktu, jika memungkinkan saja maka kami akan ke Sikunir untuk melihat sunrise. Hari itu juga, saat bertanya dengan Bapak penjaga hotel, kami mendapatkan motor sewaan plus peta jalur ke Sikunir dan beberapa titik wisata lain di kawasan tersebut. Jadi reuni kami akhirnya memiliki rencana. Berikut adalah beberapa hal dan lokasi yang kami lakukan dan kunjungi selama reuni di Dieng.
1. Mengenal lokasi Dieng
Saat pertama datang, kami memang tidak membuat itinerary apapun. Jadi kami gunakan untuk mencicipi kuliner khas Dieng, tempe mendoan dan juga sate ongklok. Ada banyak juga penjual olahan jamur dan manisan carica. Setelah mendapatkan penginapan dan beristirahat, kami berjalan-jalan di sekitar dan menemukan ada jaringan waralaba kebutuhan sehari-hari disana, tempat makan juga cukup beragam, bahkan ATM Bank BRI juga ada. Kami sengaja tidak melakukan aktifitas apapun karena sama-sama kelelahan dan beradaptasi dengan udara dingin. Surabaya dan Bandar Lampung sama-sama daerah panas, maka sampai di Dieng, kami benar-benar harus adaptasi dengan udara dingin. Tidur dengan kaos kaki dan jaket lengkap dan jilbab juga sudah, tapi dingin tetap menggigit. Jika tidak membawa sarung tangan, kaos kaki, masker maupun jaket sekalipun, ada banyak yang menjual dengan harga terjangkau. Waktu itu saya sudah mempersiapkan jaket, tapi saya lupa memasukkan sarung tangan ke ransel, walhasil saya membeli sarung tangan baru di Dieng.
2. Menikmati sunrise di Sikunir
Sebelum tidur, saya dan Tyas membuat kesepakatan, jika sampai jam 4 pagi masih hujan, maka kami urung naik ke Bukit Sikunir.
Jam 4 pagi,
Alarm berbunyi.
Diluar gerimis.
Tyas dengan spontan menjawab...hujan Mbak, saat saya bertanya apakah jadi naik atau tidak. Jadi kami menarik selimut lebih rapat.
Tak lama, telpon genggamnya berdering.
Ternyata Ardi, teman Tyas, benar-benar datang untuk menemani naik ke Sikunir!
Jam 4 pagi,
Alarm berbunyi.
Diluar gerimis.
Tyas dengan spontan menjawab...hujan Mbak, saat saya bertanya apakah jadi naik atau tidak. Jadi kami menarik selimut lebih rapat.
Tak lama, telpon genggamnya berdering.
Ternyata Ardi, teman Tyas, benar-benar datang untuk menemani naik ke Sikunir!
Seketika kami segera terbangun dan bersiap-siap. Setelah Shalat Shubuh, meski sebenarnya agak terlambat, kami bertiga, dengan dua sepeda motor menembus kabut dan gerimis ke area Bukit Sikunir. Saat itu saya benar-benar bersyukur, jika tidak ada Ardi, mungkin kami akan tersesat. Jalur ke Sikunir ternyata tidak seperti di peta yang diberikan Penjaga Hotel.
Sampai di Sikunir, hanya tinggal kendaraan yang ramai di parkiran. Pengunjung yang ingin melihat sunrise jelas sudah mulai naik ke Bukit. Saat kami naik, bahkan kami berpapasan dengan pengunjung yang turun. Namun mereka mengatakan tidak melihat sunrise, karena jelas, pagi itu hujan dan berawan. Saat sampai di titik lokasi untuk melihat sunrise, ternyata masih banyak yang bertahan. Dan kami beruntung, kami mendapatkan beberapa saat kemunculan matahari bersamaan dengan ribuan lampu dari pemukiman penduduk di kejauhan.
Sunrise yang tertangkap di Sikunir |
Para pengunjung Sikunir yang cantik asyik ber-we-fie ria |
Turun dari Sikunir, saya sempat berkenalan dengan seorang wisatawan yang mengambil foto sunrise dengan sangat cantik. Kebetulan sensor lensa kameranya memang berkelas. Wisatawan tersebut dari India, dan saat itu saya sempat bilang, saya ingin berkunjung suatu waktu nanti ke India ha ha ha dan ternyata beberapa bulan kemudian kalimat saya berkunjung ke India benar terwujud. Ah memang benar, ucapan itu doa. Jadi pesan moralnya, berucaplah yang baik-baik.
Cerianya Tyas saat turun dari Sikunir |
Di lokasi tempat parkir kendaraan juga ada danau yang sangat cantik.
Saat turun, barulah saya melihat pemukiman penduduk yang saya lewati. Ternyata kami melewati desa Sembungan, yang diklaim sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa.
Gapura pintu masuk Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa |
3. Melihat Telaga Warna dari Ketinggian
Sama-sama pernah melihat telaga warna dari dekat, kami menggeleng saat Ardi berhenti di depan pintu masuk Telaga Warna. Kemudian Ardi mengajak berhenti di titik lain, melewati perkebunan buah Carica dan sayuran untuk melihat Telaga Warna dari ketinggian dan ternyata.. lebih cantik. Saya tidak pernah menyangka bisa menikmati Telaga Warna dari tempat ini.
Telaga Warna dan Telaga Pengilon |
Spot foto favorit di tempat ini, antri untuk foto disitu |
4. Memotret Kawah Sikidang
Kami tetap membelokkan motor ke Kawah Sikidang, dengan satu alasan. Mencari sarapan dan minum ha ha ha. Kami juga berjalan mengunjungi kawah yang bergejolak, tapi saya dan Tyas lebih banyak mengambil foto dari sekitar kawah, bukan kawahnya.
Pintu Masuk Kawah Sikidang |
Anak-anak di ketinggian dengan pipi merah dan tertawa didepan kamera |
Kawah Sikidang di Kejauhan |
Deretan Edelweis dijajakan juga |
Kuda ini tak mau kalau menjadi objek kamera |
Lucunya kami lupa foto berdua, jadi di setiap foto hanya ada saya atau Tyas saja :p |
Iklan belerang di sekitar Kawah Sikidang |
Kami tak tahu siapa, tapi ia berpose, ya klik saja |
Setelah menghabiskan dua bungkus camilan, dan karena hari sudah terang, kami mengikhlaskan Ardi untuk duluan pulang. Lebih tepatnya karena kami sudah kelelahan setelah naik ke Sikunir dan melihat Telaga Warna dari Ketinggian, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan beristirahat.
Camilan ini enak, cobalah kalau Anda ke Sikidang, Jamur Crispy dan Kentang Goreng |
5. Jalan-jalan sekitar Candi Arjuna
Siangnya, setelah check out dari hotel, kami menitipkan dua ransel kami ke lobby hotel dan naik motor mengelilingi kawasan Dieng. Memarkir motor di kawasan Candi Arjuna, kemudian kami menghabiskan waktu mengelilingi Candi dan sekitarnya.
Menilik peta yang diberikan hotel, seharusnya ada Telaga lain yang ada di sekitar Candi. Namun setelah berkeliling dan bertanya kepada penduduk yang kami temui, jalannya tidak memungkinkan untuk dilewati, maka kami kembali ke areal Candi.
Beberapa areal Candi sedang diperbaiki |
Rasanya semua penat semester lalu tak bersisa |
Reruntuhannya menyimpan cerita sejarah |
Candi Arjuna |
Beberapa situs lain di Kawasan Candi Arjuna |
Pemandangan bukit hijau dan bunga liar di sekitar Candi Arjuna |
Ini juga salah satu lokasi yang tidak ketemu meski sudah ditelusuri |
Sampai puas berjalan, kami sempat hanya duduk-duduk di sekitar Candi sambil memperhatikan pengunjung lain yang asyik berfoto. Kami berdua sama-sama sepakat perjalanan kali ini sangat menyenangkan. Meski susah payah, kehujanan, basah kuyup sampai kering lagi di perjalanan, tanpa rencana detil, reuni dadakan ini berhasil. Kami mendapatkan traveling, liburan dan reuni sekaligus. Dan masih banyak titik perjalanan lainnya di Indonesia yang layak untuk dikunjungi. Sepertinya kami bisa merencanakan reuni selanjutnya di Kalimantan atau Sumatera.
Itinerary memang penting, tapi tak cukup hanya direncanakan, cukup masukkan bekal seadanya ke ransel dan berangkat. Kami kemudian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya, yang lagi-lagi, kami pilih dengan spontan. Ke Borobudur!
0 comments