Novel ini menemani saat saya ambruk bulan kemarin. Proses menunggu dokter dan antrian di radiologi serta rumah sakit sangat terbantu dengan adanya novel ini.
Novelnya cukup tebal, dan ternyata saya berhasil menamatkannya hehehe. Di rumah, bahkan ada beberapa buku dan novel yang masih terbungkus plastik, atau belum selesai-selesai dibaca.
Dibanding novel Hanum yang lain yang pernah saya baca, novel ini cukup mengaduk emosi. Gaya reporter Hanum tidak banyak muncul di novel dan mungkin memang karena setting ceritanya yang mengangkat kisah setelah tragedi 11 September sehingga nuansa fiksi lebih banyak dibandingkan dengan reportase. Mungkin karena suasana hati sedang agak mellow juga, novel ini berhasil membuat saya menangis saat membacanya. Nah, pekan kemarin, saat iseng menonton TV (yang amat jarang sekali akhir-akhir ini), saya melihat trailler film ini. Seketika saya ingat tanggalnya dan memeriksa jadwal, mungkin atau tidak menonton film tersebut.
So..tadi malam, saya berhasil membuat dua sepupu dan sahabat saya untuk ikut menonton juga. Padahal saya yakin cuaca dingin akan lebih nyaman bergelung dibawah selimut. Hmmm nah, postingan ini akan saya dedikasikan untuk kesan dan pesan saya (halah) setelah menonton filmnya.
1. Persiapan pertama adalah... film yang berasal dari novel/buku.. pasti akan berbeda ketika difilmkan. Novel tebal tentu perlu pemotongan disana sini dan sedikit modifikasi cerita dan sebagainya. Saya merasa pemotongannya justru memotong adegan yang membuat saya bertahan membaca novel tersebut sampai akhir. Ada hal-hal yang dipaksakan sehingga tokoh harus bertemu sesuai dengan plot cerita baru. Contohnya yang cukup mengganggu adalah pertemuan Hanum dengan tokoh Michael John. Ceritanya map Hanum tertinggal di taxi ditemukan oleh Michael John dan karena tahu Michael John akan melakukan demo, maka Hanum datang ke Ground Zero untuk mengambil map tersebut. Dan amat sangat kebetulan sekali, saat demo Michael John membawa-bawa map tersebut.
2. Pesan dan nilai yang muncul dalam dialog cukup baik. Setiap dialog disampaikan dengan baik, cara Hanum meyakinkan ajaran muslim ke tetangga Azima, ketika berdebat dengan Michael John tentang surat Al Maidah, dan lainnya menjadi pemanis dalam film ini. Kadang terlalu serius sih :) Juga saat Hanum terjatuh dan ditolong seorang suster yang kebetulan lewat, waktu azima atau Jasmine menasehati Hanum juga, that's sweet.
3. Ternyata oh ternyata, film ini bergenre komedi dan disutradari Rizal Mantovani. Dan salah satu perubahan cerita yang amat sangat membantu di film ini adalah dengan memasukkan tokoh Stefan dan Jasmine ke New York. Kalau bisa dibilang, tokoh Stefan lah yang membuat film ini bisa disebut genre komedi. Dialog komedi yang santai, celetukan khas dengan tokoh Rangga membuat penonton bisa tertawa atau tersenyum simpul. Misalnya adalah..waktu Stefan bilang hmmm ini dia hotdog di Amerika yang tidak mengandung daging anjing, dan halal. Nah, perempuan juga jadi halal kan setelah dinikahi, tidak mengandung daging babi lagi.. Ya, kisah Stefan tidak masuk di novelnya kecuali di awal novel, tapi ketika dalam film ternyata dia juga ada di New York, tokohnya berhasil menghidupkan suasana
4. Iklan, yang tidak bisa dihindari..hehehehe terjadi sepertinya untuk semua film, demi kelancaran produksi. Hmmm tapi malah jadi tebak-tebakan seperti permainan gambar tersembunyi, kira-kira dalam adegan ini pesan iklan apa yang muncul hehehe
5. Soundtrack, entah kenapa saya merasa film ini minim soundtrack.. padahal biasanya film Maxima punya sentukan musik yang lebih. Hmmm tapi saya memang bukan orang auditorial, jadi seingat saya, hanya satu sesi yang memperdengarkan soundtrack, dan lagi kan ini memang bukan film India yang persentase lagunya lumayan banyak (efek kebanyakan nonoton film India :p )
6. So many english here, mungkin kalau seluruh dialognya bahasa Inggris oke juga kali ya, tapi kali aja nanti juga banyak yang protes ding. Don't worry, meski banyak dialog bahasa Inggris, tetep ada terjemahannya kok. Plus dialog bahasa Inggrisnya disampaikan dengan sangat pelan. beberapa malah terlalu datar tanpa emosi dan ekspresi, so penonton bisa berlatih listening dengan sangat baik.
7. Ada sedikit adegan yang menceritakan kejadian saat gedung WTC runtuh, hmmm sebenarnya sejak awal saya memperkirakan adegan ini bakal sulit ya memang sih, tidak mudah untuk mereka ulang kejadian musibah. Perlu persiapan lebih detail dan dana yang tidak sedikit supaya bisa membuat efek emosi suasana yang mencekam. Tapi saya suka adegan saat pesawat hampir menabrak gedung, bagus momennya dan benar-benar terlihat bisa membuat kaget.
Karena saya membaca novelnya, ekspektasi saya terlalu berlebihan. Padahal pesan moral film ini bagus, membuktikan kepada seorang anak, percaya bahwa ayahnya adalah bukan seorang teroris. Dan jika memang pelaku kejadian WTC adalah muslim bukan berarti semua muslim adalah teroris.
hmm pengennya diakhir film ada adegan dengan dialog yang menegaskan pesan tersebut.
Over all, its a nice movie. Saya juga lupa nanya sepupu saya, apa kesannya terhadap film tersebut, karena mereka belum baca novelnya. Oh ya, kalau pengen nonton, nih trailler filmnya.
Novelnya cukup tebal, dan ternyata saya berhasil menamatkannya hehehe. Di rumah, bahkan ada beberapa buku dan novel yang masih terbungkus plastik, atau belum selesai-selesai dibaca.
Dibanding novel Hanum yang lain yang pernah saya baca, novel ini cukup mengaduk emosi. Gaya reporter Hanum tidak banyak muncul di novel dan mungkin memang karena setting ceritanya yang mengangkat kisah setelah tragedi 11 September sehingga nuansa fiksi lebih banyak dibandingkan dengan reportase. Mungkin karena suasana hati sedang agak mellow juga, novel ini berhasil membuat saya menangis saat membacanya. Nah, pekan kemarin, saat iseng menonton TV (yang amat jarang sekali akhir-akhir ini), saya melihat trailler film ini. Seketika saya ingat tanggalnya dan memeriksa jadwal, mungkin atau tidak menonton film tersebut.
So..tadi malam, saya berhasil membuat dua sepupu dan sahabat saya untuk ikut menonton juga. Padahal saya yakin cuaca dingin akan lebih nyaman bergelung dibawah selimut. Hmmm nah, postingan ini akan saya dedikasikan untuk kesan dan pesan saya (halah) setelah menonton filmnya.
1. Persiapan pertama adalah... film yang berasal dari novel/buku.. pasti akan berbeda ketika difilmkan. Novel tebal tentu perlu pemotongan disana sini dan sedikit modifikasi cerita dan sebagainya. Saya merasa pemotongannya justru memotong adegan yang membuat saya bertahan membaca novel tersebut sampai akhir. Ada hal-hal yang dipaksakan sehingga tokoh harus bertemu sesuai dengan plot cerita baru. Contohnya yang cukup mengganggu adalah pertemuan Hanum dengan tokoh Michael John. Ceritanya map Hanum tertinggal di taxi ditemukan oleh Michael John dan karena tahu Michael John akan melakukan demo, maka Hanum datang ke Ground Zero untuk mengambil map tersebut. Dan amat sangat kebetulan sekali, saat demo Michael John membawa-bawa map tersebut.
2. Pesan dan nilai yang muncul dalam dialog cukup baik. Setiap dialog disampaikan dengan baik, cara Hanum meyakinkan ajaran muslim ke tetangga Azima, ketika berdebat dengan Michael John tentang surat Al Maidah, dan lainnya menjadi pemanis dalam film ini. Kadang terlalu serius sih :) Juga saat Hanum terjatuh dan ditolong seorang suster yang kebetulan lewat, waktu azima atau Jasmine menasehati Hanum juga, that's sweet.
3. Ternyata oh ternyata, film ini bergenre komedi dan disutradari Rizal Mantovani. Dan salah satu perubahan cerita yang amat sangat membantu di film ini adalah dengan memasukkan tokoh Stefan dan Jasmine ke New York. Kalau bisa dibilang, tokoh Stefan lah yang membuat film ini bisa disebut genre komedi. Dialog komedi yang santai, celetukan khas dengan tokoh Rangga membuat penonton bisa tertawa atau tersenyum simpul. Misalnya adalah..waktu Stefan bilang hmmm ini dia hotdog di Amerika yang tidak mengandung daging anjing, dan halal. Nah, perempuan juga jadi halal kan setelah dinikahi, tidak mengandung daging babi lagi.. Ya, kisah Stefan tidak masuk di novelnya kecuali di awal novel, tapi ketika dalam film ternyata dia juga ada di New York, tokohnya berhasil menghidupkan suasana
4. Iklan, yang tidak bisa dihindari..hehehehe terjadi sepertinya untuk semua film, demi kelancaran produksi. Hmmm tapi malah jadi tebak-tebakan seperti permainan gambar tersembunyi, kira-kira dalam adegan ini pesan iklan apa yang muncul hehehe
5. Soundtrack, entah kenapa saya merasa film ini minim soundtrack.. padahal biasanya film Maxima punya sentukan musik yang lebih. Hmmm tapi saya memang bukan orang auditorial, jadi seingat saya, hanya satu sesi yang memperdengarkan soundtrack, dan lagi kan ini memang bukan film India yang persentase lagunya lumayan banyak (efek kebanyakan nonoton film India :p )
6. So many english here, mungkin kalau seluruh dialognya bahasa Inggris oke juga kali ya, tapi kali aja nanti juga banyak yang protes ding. Don't worry, meski banyak dialog bahasa Inggris, tetep ada terjemahannya kok. Plus dialog bahasa Inggrisnya disampaikan dengan sangat pelan. beberapa malah terlalu datar tanpa emosi dan ekspresi, so penonton bisa berlatih listening dengan sangat baik.
7. Ada sedikit adegan yang menceritakan kejadian saat gedung WTC runtuh, hmmm sebenarnya sejak awal saya memperkirakan adegan ini bakal sulit ya memang sih, tidak mudah untuk mereka ulang kejadian musibah. Perlu persiapan lebih detail dan dana yang tidak sedikit supaya bisa membuat efek emosi suasana yang mencekam. Tapi saya suka adegan saat pesawat hampir menabrak gedung, bagus momennya dan benar-benar terlihat bisa membuat kaget.
Karena saya membaca novelnya, ekspektasi saya terlalu berlebihan. Padahal pesan moral film ini bagus, membuktikan kepada seorang anak, percaya bahwa ayahnya adalah bukan seorang teroris. Dan jika memang pelaku kejadian WTC adalah muslim bukan berarti semua muslim adalah teroris.
hmm pengennya diakhir film ada adegan dengan dialog yang menegaskan pesan tersebut.
Over all, its a nice movie. Saya juga lupa nanya sepupu saya, apa kesannya terhadap film tersebut, karena mereka belum baca novelnya. Oh ya, kalau pengen nonton, nih trailler filmnya.
0 comments