Satu hal yang saya amati pada maskapai ini, hobby sekali memindahkan jadwal penerbangan penumpangnya, setidaknya yang saya alami demikian. Meski begitu, tidak ada delay dalam penerbangannya, tetap tepat waktu sesuai jadwal. Tiket pesawat disiapkan oleh pihak Neso Indonesia sejak sebelum proses pembuatan visa dengan tanggal penerbangan 18 Januari 2014 dan 12 April 2014. Jalur penerbangan yang ditempuh adalah Jakarta-Kuala Lumpur, transit sekitar 3 jam kemudian lanjut 12 jam penerbangan menempuh Kuala Lumpur-Amsterdam. Untuk tiket Bandar Lampung-Jakarta, saya memesan sendiri, setelah sampai di Belanda, tiket tersebut kemudian reimburst ke pihak Neso Indonesia dan dana penggantiannya dikirim langsung melalui rekening. Yang perlu dilakukan adalah mengirimkan tiket dan scan boarding pass melalui email ke staf Neso.
1. Flight Jakarta-Kuala Lumpur-Amsterdam
Saya sampai di Bandara Soekarno Hatta sekitar jam 5 sore. Masih agak lama sebenarnya, karena jadwal penerbangannya adalah jam 8 malam. Tapi demi melihat kondisi Jakarta yang hujan deras sampai malam, saya memutuskan pergi lebih awal, apalagi setiap pagi, terdengar berita jalan tol bandara selalu tergenang air cukup tinggi. Saat check in, saya cukup was-was dengan berat koper yang akan dimasukkan bagasi. Belum pernah rasanya menyeret koper seberat ini. Sempat duduk-duduk di luar satu jam untuk menelpon keluarga dan lain-lain, akhirnya jam 6 sore saya memutuskan untuk check in.
Saat check in, saya baru tahu, berat koper saya hanya 23 Kg dan petugas check in malah menawarkan, mbak..pindah saja ya penerbangannya satu jam lebih awal, penerbangan aslinya jam 8, dan hanya punya jeda 1 jam di Kuala Lumpur untuk transit. Transfer antar gate mungkin cukup memakan waktu, karena alasannya masuk akal, saya mengiyakan, penerbangan ke Kuala Lumpur dimajukan satu jam jadi jam 7 malam.
Artinya..saya harus segera menemukan gate, karena pesawat akan berangkat jam 7, dan saya check in sekitar jam 6 hehehe. Dan gate nya memang cukup jauh... Saya sampai, pas dengan pemanggilan penumpang masuk ke pesawat.
Karena mengejar pesawat jam 7, saya tidak sempat memberitahu keluarga. Itu sebabnya saat sampai di Malaysia dan mengirim BBM bahwa saya sampai Malaysia, mereka bengong, kenapa sampainya lebih cepat? dan baru kemudian saya cerita kalau dipindahkan jadwalnya satu jam lebih awal. Saya tidak tahu, apakah karena saya sampai Kuala Lumpur International Airport (KLIA) sudah malam (dan pagi buta saat pulang), saya merasa bandara ini tidak terlalu ramai, lebih teratur dan terkontrol, tidak seperti Soetta atau Juanda yang katanya sudah kelebihan kapasitas.
Semua yang melihat foto ini di BBM dan WA sepakat KLIA cantik dengan lampu-lampu itu |
Proses mencari gate untuk penerbangan Kuala Lumpur-Amsterdam juga tidak sulit, ada banyak penunjuk jalan. Toilet bersih, sinyal wifi bagus, komputer gratis tersedia di beberapa sudut dengan koneksi internet, stop kontak untuk charger juga berfungsi. Kursi yang nyaman di ruang tunggu juga disediakan. Proses pindah antar gate yang jauh dipermudah dengan kereta ekspres Aerotrain yang berangkat setiap sepuluh menit.
Saya sempat membuka laptop, posting status, sambil menunggu proses charge handphone. Penumpang di sekitar mulai berubah. Penumpang sebelumnya didominasi wajah Asia. Penerbangan selanjutnya, semakin banyak wajah Eropa yang menunggu pesawat. Sesekali, percakapan dengan bahasa Jerman dan Belanda juga terdengar. Pesawat berangkat jam 12 malam dari KLIA, saya sebenarnya sudah mengantuk sekali, kelelahan sejak 3 hari sebelumnya, karena hanya tidur 3-4 jam saja. Diperparah dengan rutinitas meminum obat anti mabuk setiap perjalanan jauh.
Yup, selama 12 jam selanjutnya, Kuala Lumpur - Amsterdam, saya tidur dengan sukses. Saya bangun hanya untuk shalat, ke toilet, dan dibangunkan pramugrari untuk makan hehehe Meski ada fasilitas musik dan film yang bagus-bagus, hanya sempat mengintip judulnya, mata saya memang tidak bisa melek. Bahkan meski penumpang di sebelah saya bayi yang sebentar-sebentar menangis, tidur saya tidak terganggu. Menu makannya adalah nasi ayam dan nasi lemak dari Malaysia Airline. Rasanya sebenarnya lumayan, nasi lemak itu semacam nasi uduk, tapi rasanya, saya lebih suka nasi uduk bikinan saya deh.
Ini nasi ayam plus oseng-oseng buncis |
Nah ini nasi lemak, plus sambal udang, menunya porsi besar, plus roti, buah, yoghurt, milk tea err plus jus buah |
Saya terbangun kurang lebih dua jam sebelum mendarat, anggap kegiatan ke toilet, shalat, makan dan lain-lainnya dua jam berarti selama penerbangan saya sukses tidur 8 jam hehehe. Jam 5 pagi, hari minggu, 19 Januari sampai di Schiphol. Dua meter setelah keluar pesawat, udara dingin menyergap, melirik accuweather di hape saya melihat suhu 2 derajad, seketika saya berhenti, mengikuti ratusan penumpang lain yang mulai mengenakan jaket.
Proses pemeriksaan imigrasi berjalan lancar, entah karena terlalu excited sampai di Belanda atau karena tidur yang cukup, saya tidak terlalu kelelahan. Beruntungnya saya, selama proses kedatangan di Belanda banyak dibantu PPI Enschede. Saya mendapat kontak mas Handika lewat web PPI Enschede, kemudian diteruskan ke ketua PPI Enschede yang baru, Rusydi. Rusydi banyak memberi petunjuk lewat kontak whatsapp. Sampai di Schiphol, saya mengontak Aufar, yang katanya saat itu juga lewat Schiphol. Untuk ke Enschede butuh dua jam perjalanan dengan kereta api.
Kontak dengan Aufar dilakukan dengan whatsapp via WiFi Bandara. Di Bandara dan stasiun kereta ada sinyal WiFi dari provider KPN. Tapi WiFi KPN hanya bisa aktif 30 menit. Jam 10, saya bertemu Aufar di Meeting point Bandara Schiphol. Selama menunggu Aufar, saya sarapan, kebetulan bawa roti butter bawaan dari Lampung hehehe. Aufar membantu untuk membeli tiket kereta sekitar 23 euro, dan membawakan koper berat itu sampai ke kereta (Thank you Aufar ^_^). Selama di kereta api digunakan WiFi dari provider T-Mobile. Pemandangan sepanjang jalan hmmm rumput..rumput...sapi...rumput...hehehe. Sampai di Enschede Train Station, Rusydi sudah menjemput dan membantu check in sampai di ITC Hotel (Thanks ya Rusydi). Meski tidak diserang mengantuk, tapi saat itu yang ada difikiran saya adalah meluruskan punggung hehe.
2. Flight Amsterdam-Kuala Lumpur-Jakarta
Cerita perjalanan pulang ini cukup mencekam, terutama dengan kisah hilangnya pesawat Malaysian Airlines saat itu. Bahkan Ibu saya, sempat bilang dengan kakak, kalau bisa jangan naik Malaysia Airlines lagi hahaha apa daya si tiket kan sudah jauh-jauh hari dipesan plus tanggal dan lain-lain. Pesawat jam 12 siang berangkat dari Schiphol, hari Sabtu 12 April 2014. Sekali lagi, saya merasa maskapai ini hobby memindahkan penumpang.
Saat check-in si mbak menawarkan, mereka sedang mencari penumpang yang mau sukarela dipindahkan ke pesawat lain, Garuda Indonesia, dengan jalur Schiphol-Dubai-Jakarta, tapi berangkat jam 2 siang karena overbooking. Iseng saya kambuh, dan saya bilang, oke deh saya mau. Ternyata saat saya sampai di Gate, sukarelawan sudah terpenuhi, yah batal deh, pulang lewat Dubai.
Dan sepanjang perjalanan, yup, setiap tersadar dari pengaruh obat anti mabuk, harus banyak-banyak berdo'a dan istighfar. Dari 12 jam penerbangan Schiphol-Kuala Lumpur, 10 jamnya pesawat banyak mengalami turbulence, puluhan kali, terdengar peringatan, Fasten Your Seatbelt.. Ting..Fasten Your Seatbelt... Ting..Fasten Your Seatbelt.
Tapi ya penumpang cuek saja, ke toilet juga tetap dengan peringatan tersebut. Mencoba menikmati perjalanan, saya memilih beberapa film, menonton sebentar, kemudian tertidur dan seterusnya, dengan tetap deg-deg an karena goncangan pesawat yang luar biasa.
Nonton Olaf..lagi..dan lagi.. |
Potatoes and Lamb |
Nasi Lemak dan telur, pengaruh goncangan membuat tidak satupun foto untuk menu ini yang nggak nge-blur |
Sampai di KLIA sekitar jam setengah enam pagi, masih gelap, saya mengikuti penumpang lain menuju Gate untuk penerbangan Kuala Lumpur-Jakarta. Karena masih lama waktu transitnya, saya agak lama jalan-jalan dan foto di seputar KLIA. Sampai di Gate pun, saya masih menunggu sekitar dua jam sebelum pintu Gate dibuka. Nah saat di penerbangan ke Jakarta, ternyata ada juga titipan penumpang dari Garuda Indonesia sepertinya, saya tidak tahu dari jalur mana. Isi penumpang didominasi oleh wajah India. Berbeda dengan penerbangan jauh dari Belanda, flight ke Jakarta diberi snack berat, seperti foto terakhir. Berikut adalah dokumentasi foto di KLIA.
Ayoo pindah Gate ya |
Yang merah itu Aerotrain, kereta untuk perpindahan antar Gate yang jauh, cepat, bersih dan nyaman |
Aerotrain yang satunya sepi, saya sampai sekitar jam 5.30 pagi soalnya |
Miniatur Garuda Indonesia di Salah Satu Sudut KLIA |
Hmm lampu-lampunya memang cantik, seperti bintang-bintang bertaburan |
Sunrise di depan Gate yang ke Jakarta |
Gak ada pilihan lain, hanya menu ini untuk perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta |
0 comments