Tidak terasa, (sebenarnya terasaaa sekali) sudah 9 pekan mencicipi tinggal di Belanda. Adaptasi terhadap cuaca dan suasana belajar cukup menyita waktu. Sebelum berangkat ke Belanda, saya sudah bertekad akan menulis setiap pengalaman disini. Tapi ternyata, meskipun hanya shortcourse, perkuliahan disini cukup mengagumkan (baca : mengagetkan). Meski telah ditempa dengan kerasnya jadi mahasiswa ITS saat S2, saya cukup merasa keteteran dengan jam belajar. Tugas kuliah sebenarnya ringan, kalau dibandingkan dengan perkuliahan ITS, mungkin cuma sepersepuluhnya. Tapi jam kuliahnya luar biasa, sejak pagi sampai menjelang maghrib. Pada modul pertama, karena masih winter, berangkat kuliah sehabis shubuh, pulang menjelang Isya ^_^. Praktis, sesampainya di hotel, waktu dimaksimalkan untuk istirahat.
Ketika postingan saya tentang jilbab di share di salah satu group fb, saya tertarik untuk menuliskan ulang pengalaman tersebut dalam postingan blog.
Disini, saya merasakan jilbab sebagai identitas muslimah.
Kemanapun saya jalan-jalan, berpapasan dengan sesama muslim kerap mendapat sapaan assalamu'alaikum plus senyum, dari berbagai suku bangsa. Tidak jarang, bahkan saya kaget, tiba-tiba mendapat salam dari orang yang sedang bersepeda soalnya saya termasuk orang yang tidak konsen dengan lingkungan sekitar kalau jalan .
Ini kali kedua, saya keluar negeri. Meski dua-duanya untuk pelatihan singkat. Tahun 2007, saya pernah tinggal di Fremantle dan Perth, Australia untuk 3 bulan juga. Secara umum, sebenarnya suasananya tidak jauh berbeda, sebagian besar dari mereka ramah, setiap bertemu saling menyapa meskipun tidak kenal. Namun Fremantle, tempat saya tinggal dulu merupakan kota wisata, jadi penduduk setempat lebih mendominasi. Jumlah orang Indonesia disana tidak terlalu banyak, kecuali kalau pergi ke daerah Cannington atau Perth.
Jadi apa hubungannya dengan jilbab? Saya pernah ditertawakan oleh segerombolan remaja saat ke Minimarket, mereka merasa aneh dengan pakaian yang saya kenakan. Karena mereka memakai bahasa Inggris, ya tetap saja saya dengar apa yang mereka obrolkan tentang saya. Satu dua kali, saya bertemu sopir bus, yang enggan menurunkan tangga otomatis untuk naik ke bus Transperth di Bus Stop, padahal kalau yang naik penduduk lokal, mereka melayani dengan baik. Itu karena, lingkungan mereka tidak bersentuhan dengan komunitas Islam. Tapi itu beberapa tahun lalu, mungkin sekarang kondisinya sudah berubah.
Disini, Belanda dan Enschede khususnya, jelas berbeda. Dimana-mana pasti bertemu dengan orang Indonesia. Dan komunitas muslim juga lumayan banyak. Di ITC Hotel tempat kami tinggal, ada ruangan yang difungsikan sebagai musholla. Di gedung perkuliahan ITC Lantai 3, juga ada ruangan yang difungsikan sebagai masjid. Setiap jum'at juga diselenggarakan shalat jum'at di tempat tersebut.
Saya pernah bertanya kepada teman dari Malaysia, kalau shalat jum'at, masjidnya penuh nggak? dan beliau mengiyakan. Jumlah muslimahnya mungkin tidak sebanyak muslim. Itu sebabnya, saya menyatakan bahwa jilbab merupakan identitas muslimah. Bertemu dan beraktifitas seharian, menyebabkan mereka mengenali saya dan jilbab, meski hanya kenal wajah.
Ih ge-er? hmm rasanya tidak hehehe
Saya pernah jalan-jalan sendirian ke Volkspark, dan bertemu seorang Profesor dari Iran, saya tadinya tidak kenal, ternyata beliau menyapa, karena merasa sering melihat saya di ITC. Malah kemudian kami jadi saling menolong, karena sama-sama datang sendirian, kami saling meminta bantuan untuk foto hahaha.
Kali yang lain, tidak sengaja saya memakai pashmina, karena kebetulan koleksi jilbab yang sudah disetrika habis. Dan waktu saya menuju masjid untuk shalat dzuhur, seseorang menghampiri saya hanya untuk mengatakan "Hai, i saw you before, you looks so beautiful with this scarf". Asli saya bengong sejenak, kebetulan saya memakai pashmina motif tenun Lombok hari itu. Saya semakin sadar, dan bersyukur, saya mudah dikenali dengan jilbab saya. Juga..kalau sedang jalan-jalan di keramaian, saat terpisah dari rombongan, biasanya teman-teman mudah menemukan saya hahaha karena jilbab saya biasanya berwarna cerah.
Termasuk juga ratusan pertanyaan dari teman-teman, kenapa kamu pakai jilbab, sejak kapan pakai jilbab, kenapa ada yang pakai cadar, siapa yang boleh lihat tanpa jilbab, berapa kali shalat, ngapain aja kalau berdo'a, berapa menit berdo'a, jam berapa saja berdo'a, kalau kepanasan boleh nggak lepas jilbab, kalau pakai jilbab boleh nggak berenang, seperti apa bajunya dalam pernikahan, boleh nggak pacaran, kenapa kamu pakai rok, boleh nggak pakai jilbab warna warni, apa yang boleh dan nggak boleh sebelum menikah, gimana caranya tahu kalau calon suami itu orang yang tepat kalau nggak pacaran (yang ini saya jawab, nanti kalau saya sudah menikah saya jawab deh :p just kidding), kenapa nggak boleh makan babi dan alkohol dan lain-lain dst.
Yang susah adalah menjawab, kenapa kamu shalat dan dia tidak. Kenapa nggak mau alkohol, padahal dia minum. Kenapa nggak mau ikut party, padahal yang lain ikutan party. Dan, yang paling susaaaah sekali adalah..semua pertanyaan itu harus dijawab dalam bahasa Inggris, sementara vocab saya limited edition . Semoga..jawaban saya bener hehehe.
Pertanyaan-pertanyaan mereka kerap ajaib dan bikin garuk-garuk kepala, ya..buat saya tidak terfikirkan, karena sejak lahir saya muslim dan lingkungan saya muslim. Buat mereka, mungkin saya orang aneh. Pernah, satu hari karena masjid dipakai shalat jum'at, saya shalat di kelas (yang sedang sepi), seorang teman tiba-tiba masuk dan bereaksi sangat kaget karena mengira saya kena serangan jantung. Saat dia masuk kebetulan saya dalam posisi akan sujud.
Mereka juga sangat berhati-hati saat akan menyajikan hidangan. Seorang teman dari China sampai bertanya, kalau mau mengundang saya makan-makan, apa yang boleh dihidangkan dan yang tidak boleh. Sampai detil dia bertanya, cara memasak dan lain-lain.
Alhamdulillah ya Allah..nikmat menjadi muslim, kadang jarang disyukuri
Ketika postingan saya tentang jilbab di share di salah satu group fb, saya tertarik untuk menuliskan ulang pengalaman tersebut dalam postingan blog.
Kemanapun saya jalan-jalan, berpapasan dengan sesama muslim kerap mendapat sapaan assalamu'alaikum plus senyum, dari berbagai suku bangsa. Tidak jarang, bahkan saya kaget, tiba-tiba mendapat salam dari orang yang sedang bersepeda soalnya saya termasuk orang yang tidak konsen dengan lingkungan sekitar kalau jalan .
Ini kali kedua, saya keluar negeri. Meski dua-duanya untuk pelatihan singkat. Tahun 2007, saya pernah tinggal di Fremantle dan Perth, Australia untuk 3 bulan juga. Secara umum, sebenarnya suasananya tidak jauh berbeda, sebagian besar dari mereka ramah, setiap bertemu saling menyapa meskipun tidak kenal. Namun Fremantle, tempat saya tinggal dulu merupakan kota wisata, jadi penduduk setempat lebih mendominasi. Jumlah orang Indonesia disana tidak terlalu banyak, kecuali kalau pergi ke daerah Cannington atau Perth.
Jadi apa hubungannya dengan jilbab? Saya pernah ditertawakan oleh segerombolan remaja saat ke Minimarket, mereka merasa aneh dengan pakaian yang saya kenakan. Karena mereka memakai bahasa Inggris, ya tetap saja saya dengar apa yang mereka obrolkan tentang saya. Satu dua kali, saya bertemu sopir bus, yang enggan menurunkan tangga otomatis untuk naik ke bus Transperth di Bus Stop, padahal kalau yang naik penduduk lokal, mereka melayani dengan baik. Itu karena, lingkungan mereka tidak bersentuhan dengan komunitas Islam. Tapi itu beberapa tahun lalu, mungkin sekarang kondisinya sudah berubah.
Disini, Belanda dan Enschede khususnya, jelas berbeda. Dimana-mana pasti bertemu dengan orang Indonesia. Dan komunitas muslim juga lumayan banyak. Di ITC Hotel tempat kami tinggal, ada ruangan yang difungsikan sebagai musholla. Di gedung perkuliahan ITC Lantai 3, juga ada ruangan yang difungsikan sebagai masjid. Setiap jum'at juga diselenggarakan shalat jum'at di tempat tersebut.
Saya pernah bertanya kepada teman dari Malaysia, kalau shalat jum'at, masjidnya penuh nggak? dan beliau mengiyakan. Jumlah muslimahnya mungkin tidak sebanyak muslim. Itu sebabnya, saya menyatakan bahwa jilbab merupakan identitas muslimah. Bertemu dan beraktifitas seharian, menyebabkan mereka mengenali saya dan jilbab, meski hanya kenal wajah.
Ih ge-er? hmm rasanya tidak hehehe
Saya pernah jalan-jalan sendirian ke Volkspark, dan bertemu seorang Profesor dari Iran, saya tadinya tidak kenal, ternyata beliau menyapa, karena merasa sering melihat saya di ITC. Malah kemudian kami jadi saling menolong, karena sama-sama datang sendirian, kami saling meminta bantuan untuk foto hahaha.
Kali yang lain, tidak sengaja saya memakai pashmina, karena kebetulan koleksi jilbab yang sudah disetrika habis. Dan waktu saya menuju masjid untuk shalat dzuhur, seseorang menghampiri saya hanya untuk mengatakan "Hai, i saw you before, you looks so beautiful with this scarf". Asli saya bengong sejenak, kebetulan saya memakai pashmina motif tenun Lombok hari itu. Saya semakin sadar, dan bersyukur, saya mudah dikenali dengan jilbab saya. Juga..kalau sedang jalan-jalan di keramaian, saat terpisah dari rombongan, biasanya teman-teman mudah menemukan saya hahaha karena jilbab saya biasanya berwarna cerah.
Pengajian IMEA (Indonesian Moslems in Enschede Association) - Jan 2014 |
Termasuk juga ratusan pertanyaan dari teman-teman, kenapa kamu pakai jilbab, sejak kapan pakai jilbab, kenapa ada yang pakai cadar, siapa yang boleh lihat tanpa jilbab, berapa kali shalat, ngapain aja kalau berdo'a, berapa menit berdo'a, jam berapa saja berdo'a, kalau kepanasan boleh nggak lepas jilbab, kalau pakai jilbab boleh nggak berenang, seperti apa bajunya dalam pernikahan, boleh nggak pacaran, kenapa kamu pakai rok, boleh nggak pakai jilbab warna warni, apa yang boleh dan nggak boleh sebelum menikah, gimana caranya tahu kalau calon suami itu orang yang tepat kalau nggak pacaran (yang ini saya jawab, nanti kalau saya sudah menikah saya jawab deh :p just kidding), kenapa nggak boleh makan babi dan alkohol dan lain-lain dst.
Yang susah adalah menjawab, kenapa kamu shalat dan dia tidak. Kenapa nggak mau alkohol, padahal dia minum. Kenapa nggak mau ikut party, padahal yang lain ikutan party. Dan, yang paling susaaaah sekali adalah..semua pertanyaan itu harus dijawab dalam bahasa Inggris, sementara vocab saya limited edition . Semoga..jawaban saya bener hehehe.
Pertanyaan-pertanyaan mereka kerap ajaib dan bikin garuk-garuk kepala, ya..buat saya tidak terfikirkan, karena sejak lahir saya muslim dan lingkungan saya muslim. Buat mereka, mungkin saya orang aneh. Pernah, satu hari karena masjid dipakai shalat jum'at, saya shalat di kelas (yang sedang sepi), seorang teman tiba-tiba masuk dan bereaksi sangat kaget karena mengira saya kena serangan jantung. Saat dia masuk kebetulan saya dalam posisi akan sujud.
Mereka juga sangat berhati-hati saat akan menyajikan hidangan. Seorang teman dari China sampai bertanya, kalau mau mengundang saya makan-makan, apa yang boleh dihidangkan dan yang tidak boleh. Sampai detil dia bertanya, cara memasak dan lain-lain.
Alhamdulillah ya Allah..nikmat menjadi muslim, kadang jarang disyukuri
0 comments