Dimuat dalam Postgraduate Prospectus Murdoch University |
Tak selamanya kita memiliki kebersaman, waktu yang merubah kebersamaan kita menjadi kenangan indah. Kenangan selalu menghiasi benak kita akan wajah-wajah penuh senyum, lalu menyuburkan rindu diantara kita.Puisi diatas adalah salah satu petikan puisi di laman facebook beliau Juni lalu, setelah kakak beliau meninggal. Sempat tertulis di komentar Desember-Januari beliau akan pulang, ternyata Allah berkehendak beliau benar-benar 'pulang', 2 Januari lalu di Royal Perth Hospital, Perth, Western Australia.
Bila selamanya kita tiada kuasa bertukar pandang dan rindu, semesta masih menyediakan ruang untuk melabuh rindu, serupa hati yang selalu melangitkan doa, serupa hati yang lapang memeluk kenangan seerat ikatan simpul nadi, selalu rasa sayang ini mengalir bersama doa, untukmu yang selalu menjadi kenangan indah hidupku
Saya mengenal beliau saat diutus tempat bekerja sebelumnya, IBI Darmajaya untuk mengikuti shortcourse di Fremantle, WA. Beliau yang menjemput kami di pagi buta, jam 2 dini hari di bandara, mengantar ke Homestay di Fremantle yang jaraknya bukan dekat. Dalam tiga bulan tinggal disana, Bang Taufik dan keluarga selalu banyak membantu, mulai dari cara menghubungi keluarga dengan biaya murah, mengenalkan dengan komunitas orang Indonesia disana, memberitahu tempat berbelanja yang halal, menelusuri pertokoan di Perth untuk mencari oleh-oleh sampai jalan-jalan ke Kings Park.
Setiap pertemuan dengan keluarga beliau, selalu diisi dengan perbincangan yang bersemangat. Setiap membicarakan riset, beliau selalu bisa menerangkan dengan sangat detail, konsep yang jelas dan kerangka yang tersusun dengan baik, dan bisa dipahami oleh orang awam seperti saya. Keluarga mereka selalu terlihat bersemangat dan bergembira. Saat itu, putri ketiga mereka, Fathina baru berusia 7-8 bulan.
Dengan mulainya social media facebook, bang Taufik sering memuat puisi dan foto yang selalu mengundang ratusan like. Kegelisahan dalam pemikiran tentang riset dan permasalahannya selalu dapat dituangkan dengan apik baik dalam puisi, foto maupun puisi dalam foto. Beberapa chat dengan beliau terkait dengan penelitian beliau, selalu membuat saya terbengong-bengong, kok bisa ya beliau berfikiran jauh ke arah sana..
Kegigihan beliau dengan memboyong seluruh keluarga ke Perth dengan biaya hidup yang tidak sedikit, patut diacungi jempol. Pekerjaan sampingan beliau membuat beliau harus keluar rumah dini hari serta dilanjutkan untuk riset pada siang harinya. Dan beliau tetap produktif dengan riset dan publikasinya. Suatu kali, beliau mentraktir kami makanan Indonesia karena saat itu empat papernya diterima dalam sebuah publikasi.
Beliau adalah ilmuwan yang sangat peduli dengan Indonesia dan lingkungan. Beliau adalah ayah yang peka dan sangat menyayangi keluarganya. Beliau pernah bercerita, suatu kali putri pertama beliau, Nisrina, pernah bilang, Daddy, nisrina tidak mau jadi orang pintar. Kemudian, beliau bertanya, kenapa?. Nisrina menjawab, karena Nisrina tidak mau seperti Daddy, Daddy orang pintar dan tidak pernah punya waktu buat Nisrina. Seketika saat itu Bang Taufik menangis dan bilang ke kami, beliau bertekad untuk berjuang lebih baik dan lebih banyak meluangkan waktu untuk ketiga putrinya.
Nisrina, Aliyah dan Fathina, calon yang keempat saat ini dalam kandungan mbak Dian, 8 bulan. |
Baru sanggup menulis posting ini hari ini, inipun ditulis dengan derai air mata...
0 comments